Pendahuluan
a.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai orang islam tentu tidak
asing lagi dengan bahasa arab. Bahasa arab menjadi dasar atau rujukan umat
islam dalam segala sesuatu mengingat kitab suci al-quran dan hadist yang
menjadi dua dasar beragama umat islam ditulis dalam bahasa arab.
Bahasa arab memiliki keunikan dalam segi penulisan yang dimulai
dari kanan ke kiri hingga peraturan bahasa/grammar yang sangat kompleks. Bahasa
arab disebut-sebut sebagai salah satu bahasa yang paling sulit dipelajari
ketimbang bahasa lain-lain.
Salah satu sub materi yang dipelajari dalam bahasa arab adalah
tentang majaz. Majaz merupakan bagian dari pelajaran bahasa arab yang membahas
tentang keindahan berbahasa arab yang biasanya dipakai dalam al-quran, syair-syair,
puisi dan lain sebagainya.
Apabila seseorang sudah dapat memahami dan memakai majaz dalam
bahasa arab, bisa dikatakan orang tersebut sudah mahir dalam bahasa arab karena
memang sesungguhnya majaz adalah materi yang biasanya disajikan untuk pembelajar
tingkat atas. oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk mempelajari majaz
tersebut. Selain untuk dapat memahami ayat al-quran majaz juga dapat kita pakai
untuk memperindah kata-kata supaya enak didengar oleh lawan bicara kita.
b.
Rumusan
Masalah
·
Apa
definisi majaz?
·
Apa
saja pembagian majaz?
·
Apa
saja contoh-contohnya?
Pembahasan
1.
Majaz
A.
Definisi
Majaz
Majaz
secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab المجاز, bentuk masdar (infinitif) dari kata جاز
Sedangkan secara terminologis
majaz dapat diartikan dengan :
المجاز هو اللفظ
المُستَعْمَلٌ فِي غَيْرِ مَا وُضِعَ له لعلَاقةٍ مع قَرِيْنَةٍ مَا نِعَةٍ مِن اِرَادَةِ
المَعْنَى السّابقِ
“ majaz adalah lafadz yang digunakan pada arti bukan
semestinya karena ada hubungan beserta adanya qorinah(petunjuk) yang mencegah
dari arti yang lalu(asli).[1]
اللفظُ المستعملُ في غير ما وضعَ له لعلاقةٍ مع قرينةٍ
مانعةٍ من إرادة المعنى الوضعيّ
Yakni lafadz yang digunakan bukan pada asal
peletakannya, dikarenakan adanya 'alaqah[2]
(hubungan) beserta qarinah[3]
(alasan/petunjuk) yang menghalanginya dari penggunaan makna dasarnya atau
aslinya.[4]
Arti majaz juga
banyak ditafsirkan oleh beberapa ulama islam diantaranya adalah:
·
Al-Mubarrad mengatakan bahwa majaz merupakan seni
bertutur dan berfungsi untuk mengalihkan makna dasar yang sebenarnya.
·
Al-Qaadhy ‘Abd al-Jabbaar mengatakan bahwa majaz
adalah peralihan makna dari makna dasar atau leksikal ke makna lainnya, yang
lebih luas.
·
Ibn Jinny dan Al-Jurjaany menempatkan majaz sebagai
lawan dari haqiqat, dan makna haqiqat menurut Ibnu Jinny adalah makna dari
setiap kata yang asli, sedangkan majaz adalah sebaliknya, yaitu setiap kata
yang maknanya beralih kepada makna lainnya. Sedangkan menurut Al-Jurjaany
haqiqah adalah sebuah kata yang mengacu kepada makna asal atau makna dasar,
tanpa mengundang kemungkinan makna lain disebut, sedangkan majazadalah
peralihkan makna dasar ke makna lainnya,
karena alasan tertentu, atau pelebaran medan makna dari makna dasarnya.
B. Macam-macam Majaz
1. Majaz Lughowi
Majaz secara harfiah artinya ‘boleh’,
sementara lughowi artinya ‘bersifat bahasa’ atau ‘dalam bahasa’. Dengan
demikian, majaz lughowi artinya suatu kebolehan menggunakan suatu kata-sebagai
bahasa-bukan pada tempatnya. Contohnya, nyiur melambai-lambai, matahari
tersenyum, bulan menangis, kejahatan mengintai, alam bersedih dan lain-lain. Majaz
lughowi adalah salah satu jenis majaz yang ‘illahnya di dasarkan pada aspek
bahasa.
Ibnul amid[5] berkata
قَامَتْ تُظَلِّلُنِي مِنْ الشَّمْسِ # نَفْسٌ اَحَبُّ
اِلَيّ مِنْ نَفْسِي
قَامَتْ تُظَلِّلُنِيْ وَ مِنْ عَجبٍ # شَمْسٌ تُظَلّلُنِي مِنَ الشَّمسِ
“Telah berdiri menaungiku dari teriknya matahari,
seseorang yang aku cintai daripada diriku sendiri. Ia telah menaungiku, amatlah
mengherankan bila ada matahari menaungi dari terik matahari.”
Majaz ini dibagi menjadi majaz mursal dan
istiarah
·
Majaz Mursal
Definisi
majaz mursal menurut Ali Jarim dan Musthofa Amin dalam al Balaghah al wadhihah,
المجاز
المرسل كلمة اُسْتُعْمِلَتْ فِي غَيْرِ مَعْنَاهَا الأصْلِي لعلاقةٍ غير الُمشَابَهَةِ
مَعَ قَرْينَةٍ مانعةٍ مِنْ إِرَادَةِ المعنَى الأَصْلِ
Majaz mursal adalah kata yang digunakan bukan untuk maknanya yang
asli karena adanya hubungan yang selain keserupaan serta ada qorinah yang
menghalangi pemahaman dengan makna yang asli.
Adapun menurut Emil Badi’ Ya’qub
dalam bukunya al- Muayyin fi al balaghah
المجاز
المرسل وهو اِسْتِعمَالُ اْلكَلِمَةِ في غير مَعْنَاهَا الَحقِيْقي لِعَلا قَةٍ بَيْنَهَا
وَبَيْنَ الَمعْنَى الَمجازِيْ غَيْرِ الُمشابَهَةِ مَعَ وُجُوْدِ قَريْنَةٍ تَمْنَعُ
إِرَادَةِ المَعْنَى الحقِيْقِي لِلْكَلِمةِ.
Majaz mursal adalah penggunaan kata bukan untuk makna yang
sebenarnya karena adanya hubungan dengan makna majazi yang selain keserupaan
serta adanya qorinah yang menghalangi pemahaman makna kata yang sebenarnya.
Jadi, dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa majaz
mursal yaitu penggunaan kata yang bukan untuk makna sebenarnya karena adanya
hubungan antara makna hakiki dan makna majazi yang tidak serupa dan disertai
adanya qorinah yang tidak memperbolehkan memahami kata tersebut dengan makna
aslinya.
a.
Macam
– macam Majaz Mursal
1)
السببية(Sababiyah)
Mengucapkan musababnya sedangkan yang dimaksud adalah
sebab.Seperti:
يَدُ اللهِ فَوْقَ اَيْدِيْهِمْ
Ayat al-quran ini tidak di artikan dengan
tangan layaknya tangan milik manusia, akan tetapi arti yang lebih tepat adalah
“kekuasaan allah di atas/ melebihi kekuasaan manusia”.
عَظَمَتْ يدُ فلانٍ عِنْدِى
“Sesungguhnya besar tangan si Fulan di sisiku.”
Pada ungkapan majaz tersebut yang disebut
adalah kata” يد “, sedangkan yang dimaksud
adalah “النعم” yakni nikmat yang disebabkan oleh tangan.
2) Musababiyah(المسببية)
إِطْلاقُ المُسَبّبِ وإرادةِ السّبَبِ
“ Menyebutkan sesuatu yang disebabkan,
sedangkan yang dimaksud adalah sebabnya.” Atau “Mengucapkan sebab sedangkan
yang dimaksudkan adalah musababnya”.
أَمْطرتِ السّماءُ نبَاتًا
“ Langit mengucurkan tanaman.”
Pada ungkapan majaz di atas disebutkan
akibatnya yaitu “نباتا”yang artinya tumbuhan . Sedangkan yang dimaksudkannya adalah “الماء”yang berarti air.
Juga dalam contoh kalimat seperti غيثًا رعينَا
“Kami memelihara hujan”.
Maksud
dari غيث adalah مطر yaitu hujan. Sedangkan
hujan itu tidak dipelihara. Akan tetapi yang dipelihara/ atau dirawat adalah
apa yang tumbuh dari hujan yaitu tanaman. Jadi maksud kalimat diatas adalah
“kami memelihara tanaman”.[6]
3) Juziyyah (جزئية)
إطلاقُ الجزءِ وإرادةِ الكلِّ
Artinya:”Menyebutkan bagian dari sesuatu, sedangkan
yang dimaksudkannya
adalah keseluruhannya.”
Contoh : كأنه كله عين
’Apa yang ada padanya semuanya mata’
Kalimat ini diarahkan kepada orang yang
sering memata-matai atau dalam bahasa arab biasa disebut dengan الجاسوس yang artinya mata-mata. Hanya disebut
bagian dari organ tubuhnya akan tetapi yang dimaksud adalah orangnya. Yaitu
yang memata-matai.
4) Kulliyah (كلية)
إطلاق الكل وإرادة الجزء
“Menyebutkan sesuatu keseluruhannya
sedangkan yang dimaksudkannya adalah sebagiannya.”
Dibawah ini contoh majaz mursal kulliyah
yang diambil dari perkataan allah subhanahu wata’ala yang ditujukan kepada kaum
nabi Nuh
جَعَلُوْا
اَصَابِعَهُمْ في آذانِهِمْ
Adalah
kalimat kulli sedangkan yang dimaksudkan adalah juz’i , seperti lafal اصابع
yang artinya jari padahal yang dimaksudkan adalah انامل
yang artinya ujung jari.
5) الحالية(Haaliyah)
Menyebutkan tentang suatu hal yang
menempati suatu tempat, namun yang dimaksud adalah tempatnya itu atau menyebutkan
keadaan sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang menempatinya.
Contoh perkataan Abu Toyyib Al-Mutannabi[7]
اني
نزلت بكذّابين
sesungguhnya aku berada di bumi(tempat
orang-orang pembohong)
Abu Toyyib menyebut bumi dengan tempat
orang-orang yang suka berbohong. lafadz كذابين berkedudukan sebagai musyabbahnya sedangkan
bumi atau dalam bahasa arab ارض sebagai musyabbah bihnya.
6) المحلية(Mahalliyyah)
Menyebutkan tempat, namun yang dimaksud
adalah orang atau sesuatu yang menempatinya.
قرر
المجلس بذلك
Majlis telah menetapkan seperti itu
Maksud dari majlis adalah orang-orang yang berada dalam sebuah majlis.
7) إعتبارماكان(I’tibar ma kaana)
I’tibaru ma kaana adalah menyebutkan sesuatu yang telah terjadi,
sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang akan terjadi atau yang belum terjadi.
واتوا اليتامى أموالهم
Pada potongan ayat di atas terdapat kata “اليتامى” (anak yatim ). Maksud
yang sebenarnya adalah “Berikanlah harta itu kepada anak yatim ketika mereka
sudah dewasa” . Disebutkan kata “اليتامى” yaitu keadaan masa
yang sudah lalu, tetapi yang dimaksud adalah masa berikutnya yaitu ketika anak
itu sudah dewasa. Karena selama masa kecil (anak yatim ) tidak boleh menguasai
harta benda itu.
8) إعتبار ما يكون(I’tibar ma yakuunu)
Memperhitungkan masa yang akan datang atau sesuatu yang akan terjadi. اطلاق مايكون وإرادة ماكان
“menyebutkan sesuatu dengan keadaan yang akan terjadi, sedangkan yang
dimaksudkannya adalah keadaan sebelumnya”
Contoh:
إني أرانى أعصر خمرا
Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku memeras anggur
Benarkah yang dimaksud dalam ayat ini arti
yang sebenarnya?. Seseorang tidak dapat memeras anggur, tetapi yang diperas
adalah buah anggur yang kemudian menjadi anggur.
·
Majaz Istiaroh
Isti’aroh adalah tasybih yang dibuang salah satu
tharaifnya (musyabbah/musyabbah bih). Sehingga, hubungan antara makna hakiki
dan makna majazi selalu musyabahah (saling menyerupai).[9]
Majaz istiaroh dibagi menjadi dua macam:
1) Istiaroh Tashrihiyah
Istiaroh Tashrihiyah adalah isti’aroh yang
dibuang musyabbah bihnya. Dan menggunakan salah satu sifat khas dari musyabbah
bih untuk menggantikannya.
Menurut Ali al-Jarim dan Musthafa Amin dalam bukunya
Al-Balaghatul Wadhihah menyebutkan bahwa Isti’arah Tashrihiyyah adalah :
ما صرح فيها بلفظ المشبّه به
“ Isti’arah yang musyabbah bih-nya ditegaskan”[10]
Contoh dari isti’aroh tashrihiyyah:
كَانَ أخِي يَقرِي العَينَ جَمَالاً وَالأُذُنَ بَيَانًا
“Saudaraku menjamu mata dengan keindahan, dan
telinga dengan kejelasan”
Memberi kenikmatan mata dengan keindahan dan
memberi kenikmatan telinga dengan kejelasan diserupakan dengan menjamu tamu.
Jadi, menyuguh mata dan telinga itu maksudnya memberi kenikmatan. Memberi
kenikmatan sebagai isti’aroh tasrihiyyah. Sedang karinahnya adalah jamaalan dan bayaanan. Disini, musyabbahnya
dibuang, yaitu memberi kenikmatan.
2) Istiaroh Makniyah
Isti’arah Makniyyah adalah isti’arah yang
musyabbah bih-nya tidak disebutkan dan sebagai gantinya disebutkan sifat-sifat
atau kekhasan atau kebiasaan yang ada pada padanannya.
Contoh:
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat
91:
وأَوْفُوْا بعَهْدِ اللهِ إذا عَاهَدْتمْ ولا تُنْفِقُوْا
الأيمانَ بَعْدَ تَوْكيْدِهَا وَقدْ جَعَلْتُمْ اللهُ عَلَيْكُمْ كفيلاً
إنّ اللهَ يعلمُ مَا تَفْعَلُوْنَ
“ Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila
kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. ”
Di dalam ayat tersebut, Allah menggunakan kata تنفقوا(memisahkan)
yang disandarkan pada kata الأيمان, padahal kata تنقضوا
tersebut dipakai untuk suatu benda yang nyata. Namun, Allah menyerupakan kata الأيمان
dengan kata الحِبال (tali), sehingga dalam
kalam-Nya tersebut menggunakan kata تنفقوا
sebagai sifat khas darimusyabbah bih yang dibuang.
2. Majaz Aqli
Majaz aqli adalah menyandarkan fi’il (kata
kerja) atau yang semakna dengannya kepada yang bukan seharusnya karena ada
‘alaqah (hubungan) serta adanya Qorinah yang mencegah dari penyandaran yang
sebenarnya. Majaz ini juga disebut sebagai majaz isnadi dan majaz
hukmiy.[11]
Dinamakan majaz aqli karena kita bisa mengetahui
maksud dari ujaran atau tulisan dengan menggunakan akal/logika.
Contoh:
بنى الأمير المدينة
“Pemerintah
telah membangun kota”
Dari kalimat di atas tentu kita tahu bahwa
pemerintah tidak mungkin membangun bangunan yang ada di kota layaknya pak
tukang yang membangun sebuah rumah atau gedung. Akan tetapi peran pemerintah di
sini adalah sebagi pemberi perintah dan pengambil kebijakan dalam memajukan
pembangunan kota.
ويمشى به العكاز في الدير تائبا # وقد كان يأبى مشيى
أشقر أجرد
Artinya :
“Tongkat yang bermata lembing itu berjalan-jalan
dirumah pendeta bersamanya untuk berobat. Padahal semula ia tidak rela melihat
larinya kuda pirang yang pendek larinya.”
ازدحمت شوارع القاهرة: “Jalan-jalan di Kairo padat.”
Penutup
Kesimpulan
Majaz adalah lafadz yang digunakan pada
arti bukan semestinya karena ada hubungan beserta adanya qorinah(petunjuk) yang
mencegah dari arti yang lalu(asli). Majaz dapat dibagi Menjadi dua bagian yaitu
1) Majaz Lughowi : adalah salah satu jenis
majaz yang ‘illahnya di dasarkan pada aspek bahasa
2) Majaz Aqli : menyandarkan fi’il (kata kerja) atau yang semakna
dengannya kepada yang bukan seharusnya karena ada ‘alaqah (hubungan) serta
adanya Qorinah yang mencegah dari penyandaran yang sebenarnya
Majaz lughowi dibagi menjadi : a) Majaz
mursal yaitu penggunaan kata yang bukan untuk makna sebenarnya karena adanya
hubungan antara makna hakiki dan makna majazi yang tidak serupa dan disertai
adanya qorinah yang tidak memperbolehkan memahami kata tersebut dengan makna
aslinya. Macam-macam majaz mursal adalah Sababiyah, Musabbabiyah, Juz’iyyah, Kulliyyah,
I’tibar ma kaana, I’tibar ma yakuunu, Mahalliyyah, Haaliyah. b) Majaz istiaroh
yaitu Isti’aroh adalah tasybih yang dibuang salah satu tharaifnya
(musyabbah/musyabbah bih). Sehingga, hubungan antara makna hakiki dan makna
majazi selalu musyabahah (saling menyerupai). Majaz istiaroh dibagi menjadi istiaroh
tashrihiyah dan istiaroh makniyah
Daftar Pustaka
Abdul Azis Ali, al-balaghoh al muyassaroh,
daarul ibn hazm(2011)
Hifni bek dayyab, balaghotul wadhihah. Kairo. 2007
Ali Al-Jarimi dan
Musthofa Amin, Al-Balaghoh Al-wadhihah(lilmadrosah tsanawiy). Kairo.
Darul maarif.1998
https://en.wikipedia.org
[1] Hifni
bek dayyab, balaghotul wadhihah. 2007(hal-483)
[2] Yakni
pertalian atau penyesuaian antara makna asli dan makna majaz (bukan asli), yang
bisa berupa musyabahah (penyerupaan/kemiripan) atau selainnya, apabila
pertalian antara keduanya tersebut musyabahah maka itu disebut majaz isti'arah
dan apabila bukan (musyabahah) maka disebut majaz mursal.
[3] Yakni
penghalang dari penggunaan makna hakiki atau asli, yang bisa berupa lafadz atau
hal ihwal
[4] Ali
Jarim dan Musthofa Amin, Balaghoh Wadhihah, (Jakarta: Raudhoh Press,2007),hlm
77
[5] Ibnul
amid adlah Abul Fadhl Muhammad bin Al-umaid, ahli sastra, filsafat, dan
astronom. Ia juga dikenal sebagai penulis nomor satu pada masanya hingga
dikatakan bahwa penulisan itu dimulai oleh abul hamid dan disudahi oleh ibnul
amid. Wafat pada tahun 360 H.
[6] Abdul
Azis Ali, al-balaghoh al muyassaroh, daarul ibn hazm(2011). Hal 64
[7] nama
lengkapanya Abu Tayyib Ahmad bin Husain bin Murrah bin Abdul Jabbar Al
Ju’fi Al Kufi, dilahirkan di Kindah, kufah , Irak pada
tahun 303 H/ 915 M. Nama al-ju’fi diambil dari nama kakeknya Ju’fi bin Sa’ad,
sedangkan sebutan al-Kufi merujuk pada kampung halaman tempat dia dilahirkan,
akan tetapi ia kerap dikenal dengan nama Abu Tayyib al-Mutanabbi atau hanya
disebut al-Mutanabbi
[8] AL-Quran(QS.
An-Nisa’:2).
[9] http://kindhearte.blogspot.sg
[10] Ali
Al-Jarimi dan Musthofa Amin, 1999 : Hal
- 77.
[11] Abdul
Azis Ali, al-balaghoh al muyassaroh, daarul ibn hazm(2011). Hal 72